Minggu, 27 April 2008

Bertemu Kekasih

"Aqsa" by Sultanmahmood

"Allah" by Sighing quietly

Bertemu Kekasih
Oleh

Yuliana PP


Alumni Jurusan Aqidah Filsafat
Fakultas Usulludin
Universitas Islam Negeri Sunankalijaga
Jogjakarta




“Wahai engkau yang tersenyum lebih manis dari madu, sesungguhnya bertemu denganmu adalah jawaban dari setiap pertanyaan” [Maulana Rumi dalam Masnawai]

Si Pecinta adalah “hamba” yang mempunyai naluri untuk mencintai, dalam artikel ini penulis tidak akan mengupas secara linguistic [bahasa] tentang si pencinta [hamba], karena penulis sadar bahwa tidak punya kemampuan untuk hal itu, akan tetapi penulis mencoba untuk memberikan interpretasi atas kecintaan dari si pencipta [hamba]. Semoga hal ini bisa memberikan faedah bagi para pecinta dan yang sedang mengalami jatuh cinta, terlebih sebagai wujud cinta kepada “Sang Kekasih” Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW.

Rasa cinta pada dasarnya merupakan naluri dasar yang dianugerahkan oleh “Sang Pencipta” AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa , kepada setiap hamba_Nya. Bahkan binatang yang diklaim sebagian orang sebagai makhluk tanpa akal budi juga memiliki naluri “cinta” Kita amati induk ayam yang akan selalu menjaga anak_anaknya yang masih kecil dari gangguan makhluk yang akan mencederai karena naluri rasa cinta, tidak luput binatang buas pun mempunyai naluri rasa cinta, melindungi kepada anak_anaknya. Subhanallah.

Demikian pula manusia manusia sebagai makhluk paling rasional memiliki akal budi yang lebih mampu menerjemahkan “makna” cinta pada proporsinya, namun demikian tidak sepenuhnya akal budinya berfungdi dengan baik jika tidak didasari dengan kesadaran “primordial” yang telah diterapkan dalam Firman Nya.
Bukankah sejak zaman azali manusia telah mengadakan perjanjian primordial [meminjam istilah Cak Nur Almarhum] dengan Sang Pencipta



Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Al A'raaf [7] : 172


Karena itu sudah sewajarnya setiap manusia mempersembahkan rasa cinta kepada_Nya.
Rasa cinta yang mendasar adalah ketika seorang mampu menerjemahkan cinta itu dalam perilakunya. Bukankah cinta kepada_Nya berarti juga mencinta kekasih_Nya ? Sang “Khairul Anam” putra “Abdullah” bin Abdul Mutholib adalah hamba yang mendapat sampur kekasih pilihan_Nya. Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW, beliaulah pemangku kesempurnaan yang dianugerahkan oleh_Nya. Jadi sudah sewajarnya setiap manusia yang merasa mencintainya_Nya juga mencintai kekasih_Nya, yakni Al Amin yang terpercaya.

Mencintai Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW. Bukanlah suatu hal yang bersifat “teoritis” tapi “realistis”. Bukankah mencintai kekasih juga berarti siap berkorban untuknya. Apapun akan diberikan si pencinta agar bias bersua dengan yang dicintai.

Alangkah indah hidup bila senantiasa bersua dan bersama dengan yang dicintai. Namun apalah daya saat ini bukanlah zaman Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Muhammad SAW, maka tiada mungkin pada saat ini berkumpul bersamanya. Namun demikian rasanya bersua dengan beliau pun serasa sudah memenuhi dahaga untuk berkumpul bersama meski hanya lewat “mimpi”. Tak berlebihan kiranya bila ibn ‘Araby melukiskan suatu keindahan yang tida terhingga pada saat kekasih menampakkan diri kepada yang mengasihi

“ La insu yasfigfiu lilgalby illa”
Idza tajalla lahu al habibu”

“Tak satupun keindahan yang mampu menghibur hati, selain”
ketika kekasih menampakkan diri

Demikian pula kecintaan kepada Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Muhammad SAW akan terasa terobati dikala si pecinta mampu bersua dengannya mesti hanya lewat mimpi, sehingga segala penantian tidak terasa sia sia tatkala keinginannya tercapai.

Hidup si pencinta akan terasa lebih berarti dengan tercapainya keinginan bersua dengan yang dicinta, bahkan jika boleh memilih si pencinta tidak ingin berpisah dengan yang dicintainya.

Bukankah Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW pernah mengajarkan bahwa seorang pecinta yang bermimpi bertemu dengannya akan teruraikan segala k3esulitannya dan terselesaikan pula segala persoalannya.

Betapa Maha Agung dan Welas asih Sang Pencipta “AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa”. Rasa cinta yang dimiliki si pecinta “hamba” benar benar dirasuki rasa cinta yang dalam kepada kekasihNya Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Muhammad SAW.

Bahkan ibn ‘Araby lebih lanjut mengajarkan do’a bagi si pecinta tentang keagungan cinta yang yang dipanjatkan kepada “Sang Pencipta Cinta” AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa

Harga cinta adalah “tak pernah berakhir dan tak ada obatnya”
Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku kerinduan
Akan cinta bukan rasa cinta itu
Agar aku menikmati kebahagiaan

Si pecinta akan senantiasa merasakan kerinduan yang mendalam kepada yang dicintainya. Bahkan dengan mengingatnya si pecinta akan lebih berharga dan bersemangat dalam menghadapi kehidupannya mesti tanpa bersua dengannya.

Apapun yang dilakukan si pecinta akan lebih berarti tatkala didasari akan ingatan kepada yang dicintai. Demikian pula segala hal yang didasarkan pada kecintaan akan Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW, sungguh akan terasa indah, bahkan yang tersulit apapun akan terasa mudah tatkala ingatan kepada kekasih menghiasi setiap langkahnya.
Dalam setiap langkah tiada pernah lepas lisan dan hatinya
menyebut kekasih yang dicintai’
Ya Nabi,
Ya Rasul,
Engkaulah rembulan
hamba merindukan pencerahan di malam gulita
Engkaulah pembawa lentera penerang kedalam jiwa tiap hamba
Setiap hamba mengharap cinta
Lantunan Salawat dan do’a keselamatan atasmu
Tiada cukup mengobati rasa rindu kepadamu.
Namun senantiasa menyebut namamu setiap nafasku
Bersamaan pula menyebut Asma_Nya
Rasa rindu serasa mengobati kerinduanku padamu,
Harapan dan sederet do’a senantiasa hamba lantunkan
Setiap permohonan kepada MU Ya Robb
Suatu sa’at hamba dapat bersua dan berkumpul
Dengan kekasih di kehidupan yang abadi
Bukankah Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa
Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW
Pernah memberikan rasa “bahagia” kepada si pencinta
Bahwa mereka akan dikumpulkan dengan hamba yang dicintai
“anta man ahbabta”
Dengan mencintai Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa
Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW
Semoga Sang Pencipta rasa cinta yakni AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa
Akan mengumpulkan kita dengan ……
Rasul utusan AllaaHh Shub-HanaHhu wa ta’aalaa
Nabi Agung Sayyidina Muhammad SAW
Pada kehidupan yang abadi kelak
Amin.

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].

[1229] Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad.
[1230] dengan mengucapkan perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai nabi.
QS. Al Ahzab [33] 56

Santri asal Kota Ukir Jepara


Nota : http://www.airmatamursid.blogspot.com/ sedikit merubah format [tidak merubah arti] agar mudah difahami “awam”

Tidak ada komentar: